Donasi

Kamis, 13 Oktober 2016

Perempuan Yang Memilih Setia

Seorang perempuan berdiri dalam kegundahan hati.
Di depannya berdiri seorang lelaki yang memujanya sejak lama.
Berpuluh tahun silam, saat mereka berdua masih sama-sama remaja.
Saat dia masih begitu cantik dan sesegar bunga yang memeluk embun.
Namun silam telah lewat, dia kini hanya perempuan yang tua, berkeriput, dengan lemak yang bertimbun.
Tak ada lagi cerita tentang cantiknya masa lalu, tak ada yang tersisa.
Kehidupan yang keras, menghapusnya perlahan secara menyakitkan.
Perempuan itu telah memilih lelaki lain, yang bisa meluapkan segala kegilaannya.
Bukan lelaki yang sekarang berdiri di depannya.
Perempuan  itu menunduk, sungguh malu, namun dia tetap mendatangi tempat yang mereka janjikan untuk bertemu sore ini.
Perempuan itu dari dasar penasarannya, hanya ingin tahu apakah lelaki ini masih memujanya seperti masa-masa yang dulu.
Dan lelaki itu, sungguh, masihlah sama seperti yang dulu, yang masih memuja dirinya.
Lelaki yang memandangnya, jauh melebihi pandangan pada kulit keriput dan gumpalan lemak yang menggelambir.
Lelaki itu, sungguh, masih menemukan, kecantikan yang sangat luar biasa pada perempuan yang dipujanya tersebut.
Sesaat, perempuan itu terbang sungguh tinggi, diperlakukan seperti itu, jauh melebihi perlakuan pasangannya di rumah yang sudah bosan terhadap dirinya sejak lama.
Pasangannya di rumah, jangankan menyentuhnya, berucap sayang mesrapun sudah tak pernah lagi ia dengar.
Sesaat, perempuan tersebut tahu apa yang harusnya ia pilih demi hidup yang tidak lama lagi.
Sesaat, perempuan tersebut melihat pijaran kebahagiaan andai dia masih sempat menghabiskan sisa hidup bersama lelaki di depannya ini.
Sesaat, setelah berpuluh tahun, perempuan itu akhirnya menyadari apa arti sebuah cinta yang tulus.

Namun perempuan itu berbalik, dia memilih untuk setia.

Kamis, 28 Januari 2016

Semuanya Adalah Karya Seni

Generasi tua membangun prasasti, membangga-banggakan batu kokoh yang nyaris tanpa arti selain hanya sebagai penanda jamannya. 

Generasi muda yang merasa bosan dengan kebanggaan akan sebuah batu, mencoretkan kata-kata dan partitur vandal. Hampir tanpa makna, namun coretannya membuat resah banyak pihak. 

Hanya orang gila, yang tidak pernah diperhatikan sebelumnya, yang mengerti arti semua ini. Ditengah panas terik dia bersandar pada batu kokoh tersebut, dan membaca coretan-coretan partitur vandals tersebut, dan berteriak menemukan pencerahan, “Semuanya adalah karya seni.. dari jaman dan sudut pandang masing-masing!”

Kamis, 10 Desember 2015

Konspirasi Tentang Cinta, dan Waktu

Tik..tok..tik..tok
6.30 Pagi.. aku terbangun
6.35 Membuat secangkir kopi pahit, panas mengepul, koran kemarin yang baru sempat terbaca pagi ini.
Mandi.. berpakaian.. bersiap..
07.00 Berangkat kerja

07.15. Perempatan pertama.. lampu merah.. macet
aku terhenti di pinggir.. terhenti di belakang karyawan pabrik A, sebelah kananku seorang TNI..
hampir semuanya aku "kenal", mereka semua terjebak ritual pagi yang sama, ditempat yang sama, di waktu yang sama.
07.16 Lampu menyala hijau, beberapa kendaraan di depanku berjalan, semuanya sibuk, tak sempat memperhatikan satu sama lain, dan selalu ada... bau wangi yang sama. Aku tak sempat mencari tahu sumber aroma tersebut, aku terlalu sibuk.
Aku tak tahu, apakah orang-orang juga memperhatikan hal tersebut, ataukah cuma aku yang hafal ritual dan orang-orang yang sama ini.

Tik..tok..tik..tok
6.30 Pagi.. aku terbangun
6.35 Membuat secangkir kopi pahit, panas mengepul, koran kemarin yang baru sempat terbaca pagi ini.
Mandi.. berpakaian.. bersiap..
07.00 Berangkat kerja

07.15 Aku mulai bosan, aku ingin menyapa semua orang-orang yang aku "kenal" berbulan-bulan ini, tapi tentu saja ini hal yang gila, bahkan aku tak tahu nama-nama mereka.
07.16 Lampu menyala hijau, aroma wangi yang selalu ada, kali ini aku meluangkan waktu, mencari sumber aroma wangi tersebut.. seorang gadis, cantik.. dan segar. Dia menyalip motorku dari belakang, mendahuluiku... angin dari arah depan, itulah sumber aroma wangi yang selama ini tercium dan mengusikku.

Tik..tok..tik..tok
6.30 Pagi.. aku terbangun
6.35 Membuat secangkir kopi pahit, panas mengepul, koran kemarin yang baru sempat terbaca pagi ini.
Mandi.. berpakaian.. bersiap..
07.00 Berangkat kerja

07.16 Tepat sebelum lampu menyala hijau, aku menoleh ke belakang, gadis itu... sungguh cantik... dan segar.... dan dia tersenyum kepadaku! DIA JUGA MEMPERHATIKAN HAL YANG SAMA! RITUAL YANG SAMA! kemudian dia menyalipku, sambil menoleh dan tersenyum, aroma wangi yang sama.. aku jatuh cinta.

Besok aku harus bisa berkenalan dengannya... harus. Aku tak peduli... aku jatuh cinta

Malam ini, jam dinding di rumahku berhenti berdetak, baterainya mati.. beberapa saat kemudian istriku mengganti dengan baterai yang baru, jam kembali berdetak. Dia menyetel ulang jam, menurut perkiraan waktunya, waktu yang dirasa tepat... tapi waktu adalah waktu, pasti terdapat selisih, tidak benar-benar tepat sama dengan sebelum jam tersebut mati, entah selisih menit, entah selisih detik.

Tik..tok..tik..tok
6.30 Pagi.. aku terbangun
6.35 Membuat secangkir kopi pahit, panas mengepul, koran kemarin yang baru sempat terbaca pagi ini.
Mandi.. berpakaian.. bersiap..
07.00 Berangkat kerja

07.15 Lampu menyala merah, orang-orang yang sama sekali baru, bukan seperti yang biasanya.kemana semua orang yang aku "kenal"? spontan, aku menoleh ke belakang... gadisku yang cantik dan segar juga tak ada... tak ada satupun yang aku kenal, KEMANA SEMUA ORANG?
07.16 Beberapa kendaraan menyalipku dari belakang, hidungku mengendus.. tak ada lagi aroma wangi... semua menghilang

(Medaeng;11-12-2015;10.33)

Minggu, 08 November 2015

Pohon ini Sudah Berbuah.

Pohon di rumahku mulai berbuah.
Beberapa orang menunjuk-nunjuk sambil bercerita "aku dulu juga yang menanam pohon itu.. itu sebenarnya pohonku". Mungkin benar. 
Dulu, beberapa orang yang menanam bibit ini, dilahan gersang, kemudian meninggalkannya karena tandus, dan tanpa harapan. 
Dan saya membabi buta merawat dan mencoba membesarkannya, menceritakan semua euphoria, semua dilusi, semua keindahan yang tak nampak, pada banyak orang, yang beberapa diantaranya akhirnya ikut membantu merawat dan membesarkan. 
Para rombongan penanam, kini kembali, mereka menunjuk-nunjuk... YAHH.. pohon ini memang sudah berbuah.

Kamis, 13 Agustus 2015

Karena Kau Pupuk Dengan Bara

Kau terus pupuk kami dengan bara..
Sehingga akar pohon keluarga kami, berurat dendam.

Menghunjam jauh ke dalam tanah, meliuk, menyebar, menguat.

Putik bunga kami terbang, kemanapun angin berhembus.
Menyebar, tumbuh, menguat.

Dan buah pohon keluarga kami, akan kalian panen.
Anak-anak kalian dengan nikmatnya, akan mengunyah, menyesap, menelan.
Dalam nikmat aneka rasa, buah kami akan menjadi kebutuhannya.

(Raya Juanda; 13 Agustus 2015)

Selasa, 10 Februari 2015

Aku Melihat Pemandangan yang Indah, Aku Yakin Aku Sudah Gila

Sore ini aku terbangun dari tidur siang, dan seperti sore-sore selama ini, aku langsung menuju ke teras belakang rumah, menikmati pemandangan sejuknya sore. Teras belakang rumah adalah tempat favoritku, jika beruntung dan cuaca cerah, dari sini akan nampak siluet pegunungan di kejauhan.

Tapi tidak sore ini, nampak jelas sekali pemandangan gunung itu, begitu dekat, begitu hijau, dan banyak anak-anak kecil bermain di lerengnya.

Aku sedikit ketakutan meskipun pemandangan ini sungguh sangat indah. bergegas aku menuju teras depan rumah, namun kembali disana kudapati pemandangan yang tak kalah menakjubkan.

Subhanallah, kulihat sungai yang begitu jernih melewati depan rumahku, gemericik suaranya diantara batu-batu besar yang bertonjolan di permukaannya.

Hampir saja kubangunkan isteriku yang masih terlelap tidur, namun kuurungkan. Aku yakin dia tak akan bisa melihat pemandangan indah yang maha menakjubkan ini. Aku yakin hanya aku seoranglah yang bisa melihat pemandangan indah yang melingkupi sekeliling rumahku, aku yakin aku sudah gila.

(Buduran; 10-02-2015)

Jumat, 28 Maret 2014

Do'a Seorang Bapak

Berdiri seorang pria yang beranjak matang, ketika semua pelayat pulang, tak hentinya dia merutuk ke gundukan tanah yang masih basah, merutuki kemalangan, merutuki bapaknya yang telah menyusul emaknya yang meninggal semenjak pria tersebut masih kecil, merutuki bahwa bapaknya tak meninggalkan warisan kekayaan apapun.

Sungguh, dia bukan pria yang miskin, bukan pula kaya. namun hidupnya berkecukupan. Dia memilih meninggalkan rumah kontrakan bapaknya, dia memilih untuk tidak menambah beban. Dia bekerja, berumah tangga, tanpa sekalipun membagi rejekinya kepada bapaknya yang semakin menua dan lemah, karena dia hanya berkecukupan, bukan kaya. Hartanya hanya rumah kecil, bukan rumah besar megah, dia hanya punya motor, bukan mobil.

Sambil terus merutuki makam bapaknya, pria tersebut beranjak pulang.

Hari berganti tahun, pria tersebut penghasilannya terus merosot, dia diberhentikan dari tempatnya bekerja, usaha kecil-kecilan yang dibangun dari uang pesangon bangkrut, dia tak lagi berkecukupan, menjadi makin miskin.

Di pintu sorga bapaknya menangis, menangis tak lagi bisa mendoakan anaknya, tak bisa lagi meminta pada tuhan agar anaknya selalu dijaga rejeki dan kesehatannya, doa-doa yang selalu dia panjatkan dan dikabulkan tuhan kala dia masih hidup.

|Medaeng; 28-03-2014;14.45|