Mayhem! (Jangan Beritahu Siapapun!)
Aku mengenal Jan
sudah lama, dia adalah seorang gadis muda yang riang di kelasku. Kami sering
bercanda, tak jarang canda kami melampaui batas, yang kutahu dari Jan bahwa hal
itu telah membuat cemburu “..aahh, siapa namanya aku sudah lupa”.
Dia adalah pacar
Jan, dan aku benci itu, meskipun perasaan tidak suka itu hanya bisa aku pendam.
Suatu hari
diruangan kelas, aku kembali bercanda dengan Jan, kali ini candaan kami sangat
melampaui batas, kami tidak pernah melakukan ini sebelumnya.
Jan memegang erat
tanganku, kemudian menancapkan dalam-dalam kuku di jari-jari tangannya,
mencakar-cakar tangan dan tubuhku, aku berteriak ketakutan dan kesakitan,
meminta pertolongan pada seisi kelas.
Tetapi seisi kelas
hanya diam memandangi saja, aku baru menyadari ternyata aku tak mengenal
satupun isi kelas, aku selama dua tahun dikelas ini hanya sibuk dgn Jan tanpa
ada waktu sedikitpun untuk mengenal teman-temanku yang ada di kelas.
Aku masih meronta
ronta mencoba membebaskan diri dari genggaman dan cakaran-cakaran Jan yang
menyakitkan, darahku berleleran dari kuku-kuku jarinya.
Tiba-tiba aku
teringat, aku masih menyimpan beberapa butir obat penenang di celanaku.
Kumasukkan paksa
beberapa butir tersebut sekaligus ke mulut Jan. Ia hanya sempat mendengus,
reaksi obat bekerja, ia mulai oleng dan melepaskan genggaman tangannya.
Pada saat yg
bersamaan, entah dari mana datangnya, tiba-tiba salah satu gadis di kelas ini
memukul kepala Jan dengan balok kayu, Jan limbung dan ambruk dengan kepala yang
berdarah.
Entah kenapa aku
senang dan puas.
Aku ingin
mengucapkan terima kasih, akan tetapi pandangan mata seisi kelas tiba2 berubah
membenciku, mereka menatap sinis, menuduhku telah memukul Jan.
Seisi kelas
menudingkan tangannya ke arahku. Aku tak mungkin melakukannya. Aku tak mungkin
setega itu terhadap Jan.
pandangan-pandangan
mata itu menyalahkanku.
Tiba-tiba gadis
yang tadi sudah berada di depanku, menunjuk ke tempat Jan roboh.
Tampak disana Jan
mencoba bangkit, memuntahkan obat-obatan yang tadi kupaksa masuk ke mulutnya.
Aku benar-benar
merasa bersalah dan ketakutan kalau Jan sampai bangun.
Dia pasti juga akan
menuduhku seperti yang lain.
Aku berlari keluar
ruangan kelas.
Keadaan di luar
semakin membingungkan, aku melihat banyak anak-anak kecil dengan
pakaian-pakaian aneh berlari-larian.
Salah satunya sibuk
membawa dan membagikan jaring-jaring besar untuk menangkap kupu-kupu.
Perasaan bersalah
membuatku mengintip ruangan kelas, mencari tahu keadaan Jan.
Kulihat dia masih
tergolek dibawah meja, tak seorangpun menghiraukan.
Dan ketika
pandangan mataku beralih ke arah kantin disamping kelas, kulihat kekasihku Ran
masih duduk menungguku disana.
Wajah dan postur
tubuhnya sekilas mirip Jan, aku baru menyadari itu.
Teringat Jan yang
mengamuk barusan, tiba-tiba aku disadarkan, ini adalah mayhem!
Kamu tidak bisa
mengukur dan melihat kelemahan seseorang!
Kamu tidak tahu apa
yg sesungguhnya terjadi!
Lalu aku berlari
untuk menyelamatkan Ran kekasihku, aku berlari menuju ruangan kantin, yang
secara tiba-tiba pula atau aku tidak pernah memperhatikan sebelumnya, ternyata
pintunya sangat banyak.
Ku buka satu
persatu, aku harus bisa menyelamatkan Ran tepat waktu sebelum Jan menemukannya.
Akhirnya kutemukan
ruangan tempat tadi Ran kekasihku menunggu, tak lagi kudapati dia disana.
Hanya ada bekas
muncratan darah di pintu yang menghubungkan kantin ini dengan ruangan kelas.
Kuperhatikan
muncratan darah ini lebih seksama.
Bukan muncratan
darah! lebih mirip getah bening… berceceran di daun pintu.
aku bingung..
konspirasi macam apalagi ini?
tiba-tiba suara
dalam otakku bersorak menemukan jawaban…
Ah, ini adalah
mayhem!
Ini adalah mayhem!
Tak seorangpun
boleh tahu ketakutanku saat ini.
Jangan beritahu
siapapun!
Jangan beritahu
siapapun!
*26 September 2009 jam 6:45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar